Senin, 04 Januari 2010

Dahlan Iskan Ajak Guru Hindari Musyrik dan Fokus


[ Minggu, 03 Januari 2010 ]
Dahlan Iskan Ajak Guru Hindari Musyrik dan Fokus
Bincang-Bincang Dahlan Iskan dengan Para Guru

SURABAYA - Penganugerahan Penghargaan Safari Jurnalistik Jawa Pos kemarin (2/1) berlangsung sangat meriah di DBL Arena. Sekitar seribu guru dan 40 kepala sekolah hadir dalam penutupan acara Safari Diklat Jurnalistik yang digelar Jawa Pos sejak Oktober lalu tersebut.

Acara inti dalam acara tersebut adalah Bincang-Bincang Pendidikan Bersama Dahlan Iskan. Para guru yang hadir memanfaatkan momen tersebut untuk bertanya maupun curhat mengenai masalah pendidikan. Waktu dua jam seakan tidak cukup mewadahi pertanyaan-pertanyaan para guru.

Pertanyaan pertama meluncur dari bibir Fathur Rohim, kepala SMA Muhammadiyah 2 Surabaya. Dia menanyakan kiat Dahlan Iskan meng-handle berbagai hal hingga bisa sukses dalam membangun Jawa Pos. ''Siapa tahu, kesuksesan tersebut bisa ditularkan kepada guru-guru yang hadir,'' ujar Fathur.

Dahlan menjawab dengan menceritakan masa kecilnya dulu. Semasa kecil, pria asli Magetan itu sempat masuk pondok pesantren. Dari situ, dia belajar tauhid selama enam tahun. Inti pelajaran tauhid tersebut adalah mengesakan Allah. Namun, jika ditarik pengertian lagi, arti bertauhid adalah fokus pada Tuhan. ''Berfokus artinya tidak mikir macam-macam,'' terang Dahlan yang untuk acara ini tidak mau disebut sebagai chairman Jawa Pos atau Dirut PLN. Nah, teori bertauhid itulah yang dia jadikan pedoman untuk meraih kesuksesan. Selama menjadi wartawan, dia selalu fokus. Yaitu, fokus menjalani dunia jurnalistik. Siapa pun yang fokus, ujar Dahlan, bisa meraih kesuksesan. Nah, jika tidak fokus, kata Dahlan, bisa dibilang ''musyrik''.

Kategori musyrik itu bermacam-macam. Mulai yang ringan hingga yang parah. Dahlan mencontohkan tindakan musyrik seorang jurnalis. Misalnya, menerima amplop atau uang dari narasumber. Jika si jurnalis diberi tanpa meminta, itu masih bisa dibilang musyrik ringan. Jika sengaja meminta, golongannya lebih parah.

Yang paling parah adalah tidak diberi, tidak diundang, tapi meminta uang dengan cara mengancam. Itulah contoh ketidakfokusan dalam pekerjaan. Jangan sampai ngobyek-nya lebih banyak daripada fokus pekerjaannya. ''Siapa pun yang mau fokus dalam pekerjaan akan meraih kesuksesan,'' tegasnya.

Begitu pula dengan guru. Guru harus fokus untuk membuat siswanya pandai. Misalnya, terus belajar dan berinovasi agar pembelajaran menjadi menyenangkan. Jangan sibuk dengan urusan yang lain. Apalagi sibuk ngobyek seperti tipe-tipe kemusyrikan jurnalis yang dicontohkan tersebut.

Menanggapi keterangan Dahlan itu, seorang guru balik bertanya. Bagaimana jika si guru bergaji sangat kecil, sedangkan dia sudah berkeluarga dan punya anak? Sudah bukan hal baru bahwa guru-guru yang belum diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) mengobjek dengan mengajar di beberapa sekolah sekaligus. Bahkan melakukan pekerjaan-pekerjaan lain untuk menambah penghasilan. Akibatnya, tidak menutup kemungkinan banyak siswa yang keteteran.

''Bagaimana jika kondisinya seperti itu?'' tanya seorang guru yang lain. ''Ya musyrik saja...,'' ujar Dahlan bercanda disambut tawa guru-guru yang hadir.

Dahlan menjelaskan bahwa hidup merupakan pilihan. Masing-masing orang berhak menentukan pilihan sendiri berdasar keyakinannya. Dia kembali mencontohkan kehidupannya saat menjadi wartawan biasa di Jawa Pos dulu. Bapak dua anak tersebut tidak langsung sesukses sekarang. Dia meniti mulai bawah.

Bahkan, saat sudah beristri dan punya satu anak, Dahlan menceritakan hanya mampu menyewa rumah kos yang tidak memiliki kasur. ''Jika saya mau menerima amplop, mungkin saya bisa membeli kasur dan tidak harus tidur di lantai,'' ujarnya.

Bahkan, pernah suatu kali suami Nafsiyah Dahlan Iskan itu harus mewawancarai narasumber yang rumahnya cukup jauh. Butuh dua kali naik angkutan umum. Setiap kali naik ongkosnya Rp 25. Jika pulang pergi menghabiskan Rp 100. Namun, dia hanya punya Rp 75. Kurang Rp 25.

Orang yang diwawancarai adalah pengusaha yang cukup terkenal. Jika mau, bisa saja Dahlan menerima amplop yang diberikan pengusaha tersebut dan pulang tanpa memikirkan harus naik apa. Namun, dia lebih memilih berjalan kaki pulang daripada menerima amplop. Uang sisanya yang masih Rp 25 dibelikan es di tengah jalan. ''Ini masalah keteguhan sikap, keteguhan jiwa,'' tegasnya.

Selain itu, Dahlan menjelaskan, untuk meningkatkan pendidikan, kepala sekolah harus bisa membedakan antara yang penting dan yang tidak penting. Sama dengan seorang jurnalis dalam menulis berita. Mereka harus bisa memilah berita mana yang penting dan yang tidak penting. Jika kepala sekolah sampai keliru mendahulukan yang tidak penting, sedangkan yang penting dikesampingkan, akibatnya bisa fatal. ''Banyak sekolah yang tidak sukses karena hal seperti ini,'' ujarnya.

Guru-guru tidak hanya bertanya. Tapi, mereka juga menitip pesan kepada Dahlan agar disampaikan kepada pejabat pemerintah bila bertemu. Salah satunya dari M. Kholik. Guru SMAN 1 Manyar itu meminta agar guru-guru tidak terus-menerus dihadapkan pada polemik Undang-Undang Perlindungan Anak. Sebab, saat ini banyak guru yang harus disidang, bahkan masuk penjara, hanya karena menjewer muridnya.

M. Rafiq Chandra berbeda lagi. Guru SMA Sejahtera Surabaya tersebut meminta agar kecurangan-kecurangan ujian nasional (unas) disoroti media. Menurut dia, media sering hanya menyoroti kecurangan unas di sekolah swasta. Padahal, di sekolah negeri juga banyak.

Acara tersebut dihadiri berbagai pendukung program. Mulai Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Provinsi Jatim Suwanto, Kadispendik Surabaya Sahudi, Kadispendik Gresik Chusaini Mustaz, dan Kadispendik Sidoarjo Agoes Boedi Tjahjono. Ketua Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) Jatim Bambang Yulianto dan Kepala Balai Bahasa Surabaya Amir Machmud juga ikut meramaikan acara. Termasuk, perwakilan Honda dan Flexi.

Dari Jawa Pos, selain Dahlan Iskan, hadir Nafsiah Dahlan Iskan, Ratna Dewi (direktur utama), Azrul Ananda (wakil direktur), Leak Kustiya (pemimpin redaksi), Guntur Prayitno (ketua program Safari Diklat Jurnalistik), serta para redaktur.

Dalam acara tersebut, diumumkan pemenang lomba Unjuk Kreasi Kebahasaan dan Kesastraan. Juara pertama Unjuk Kreasi Kebahasaan dan Kesastraan diraih SMPN 1 Sidayu, Gresik. Sekolah tersebut mendapatkan penghargaan Rp 5 juta. Pemenang kedua adalah SMPN 11 Surabaya yang mendapatkan Rp 3 juta dan pemenang ketiga diraih SMPN 6 Surabaya yang memperoleh Rp 2 juta.

''Saya benar-benar tidak menyangka bisa menang,'' ujar Kepala SMPN 6 Surabaya Idris. Dia mengungkapkan, selama ini sekolahnya mengikuti safari untuk menambah ilmu. ''Semoga saja tahun depan ada lagi karena acara ini benar-benar bermanfaat bagi guru maupun siswa,'' ujarnya.

Penghargaan juga diberikan kepada 40 sekolah peserta Safari Diklat Jurnalistik dan para pendukung acara. Termasuk, penghargaan untuk para pemenang Lomba Baca Berita. Pemenang pertama Lomba Baca Berita adalah Danan Prima Nanda dari SMA Muhammadiyah 2 Surabaya. Pemenang kedua adalah Titis Catur Purnamasari dari SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo dan pemenang ketiga diraih Muhammad Dheri Maulana Akbar dari SMPN 1 Candi, Sidoarjo. Pemenang pertama mendapatkan Rp 5 juta, kedua (Rp 3 juta), dan ketiga (Rp 2 juta). (sha/tom)

Tidak ada komentar:

KOTAK SARAN